Permasalahan Sampah Rumah Tangga (SRT)

Jumlah penduduk yang kian hari kian bertambah tak lepas dari jumlah sampah rumah tangga (SRT) yang makin meningkat pula. Permasalahan ini juga menjadi isu internasional yang ditargetkan untuk segera diselesaikan. Salah satunya tertuang dalam SDGs 12.5 terkait mengurangi produksi limbah dengan indikatornya berupa jumlah timbulan sampah yang didaur ulang (Bappenas, 2020).

Gambar 1. Tumpukan sampah.

Di Indonesia, berdasarkan UU No. 18 Tahun 2008, sampah rumah tangga (SRT) adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Berdasarkan situs Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), selama tiga tahun terakhir, 2020-2022, rata-rata timbulan sampah di Indonesia terus mengalami peningkatan, yaitu di tahun 2022 timbulan sampah harian nasional mencapai 98.942,33 ton atau meningkat 30% dibandingkan tahun 2020. Menelisik lebih dalam, akar permasalahan ini ialah SRT yang menumpuk. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 2 bahwa di tahun 2022 dominasi SRT dalam timbulan sampah ialah sebesar 40%

Gambar 2. Persentase sumber sampah di Indonesia tahun 2022.

Ketersediaan Data

Dengan sampah yang terus menumpuk, upaya perbaikan tentunya diperlukan, terutama terkait pengelolaan SRT. Perbaikan yang tepat tak lepas dari rancangan strategi yang matang dengan berlandaskan data yang ada. Meski begitu, data SRT yang tersedia di Indonesia masih terbatas dengan tingkat penyajian paling kecil ialah kabupaten/kota. Padahal sejatinya, statistik yang lebih terpilah (disagregasi) dan terperinci (granular) dapat membantu memfasilitasi penargetan kebijakan atau intervensi yang lebih efisien (Asian Development Bank, 2020). Sejatinya, di Indonesia telah ditetapkan metode konvensional untuk menyediakan data SRT hingga wilayah yang lebih kecil, yaitu dengan pengambilan sampel berdasarkan SNI 19-3964-1994 (BSN, 1994). Meski begitu, metode konvensional yang ditawarkan tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu yang lebih lama untuk pengambilan sampel sehingga metode konvensional juga memiliki keterbatasan berupa cakupannya yang tidak luas dan memerlukan sumber daya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, pendekatan baru yang lebih efektif diperlukan untuk dapat mengestimasi SRT hingga wilayah yang lebih kecil sehingga strategi yang dibuat dapat lebih presisi atau tepat sasaran.

Pemanfaatan Potensi Data Alternatif: Integrasi Data Official Statistics dan Big Data Geospasial

Dengan perkembangan teknologi saat ini, pemanfaatan big data geospasial (citra satelit hasil pengindraan jauh, Point of Interest (POI), dan data lainnya) yang memiliki keunggulan mudah, cepat, murah, dan tersedia hingga wilayah granular berpeluang untuk dimanfaatkan dalam penyelesaian masalah ini. Tentunya dalam pemilihan potensi big data geospasial tersebut, variabel-variabel yang bersumber dari official statistics diperlukan untuk menjadi acuan sehingga pemilihan big data lebih terarah dan tepat sasaran. Oleh karena itu, integrasi pemanfaatan potensi data alternatif berupa big data geospasial dengan data official statistics diusulkan untuk menjadi solusi dari permasalahan ini. Berikut adalah data official statistics yang digunakan beserta indikator usulan big data geospasialnya.

1. Rasio Perkotaan

Rasio perkotaan didapatkan dengan perhitungan jumlah desa/kelurahan yang terklasifikasi perkotaan dibagi dengan seluruh jumlah desa/kelurahan. Data tersebut bersumber dari Publikasi Peraturan Kepala BPS No. 120 Tahun 2020 Tentang Klasifikasi Desa, Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia 2020. Berikut adalah indikator usulan big data geospasial untuk variabel rasio perkotaan yang bersumber dari satelit Sentinel-2, Suomi NPP-VIIRS, WorldPop, dan Wilkesrtat BPS.

Gambar 3. Visualisasi sebaran spasial variabel pengestimasi SRT berupa rasio perkotaan dengan big data geospasial 

2. Rasio Membuang di Tempat Sampah

Rasio membuang di tempat sampah ialah rasio desa dengan sebagian besar keluarga membuang sampah ke tempat sampah kemudian diangkut yang bersumber dari pendataan potensi desa (Podes) 2021. Hal ini didasari oleh SRT yang tertimbang dan tercatat dalam SIPSN merupakan SRT yang diangkut atau terkelola dari fasilitas/sarana pengelolaan sampah, sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.10/MENLHK/SETJEN/PLB.0/4/2018. Big data geospasial yang digunakan ialah Point Of Interest (POI) tempat pembuangan sampah yang bersumber dari integrasi data KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) serta Google Maps.

Gambar 4. Visualisasi sebaran spasial variabel pengestimasi SRT berupa rasio membuang di tempat sampah dengan big data geospasial.

3. Sex Ratio

Variabel sex ratio ialah rasio perempuan per 100 laki-laki. Hal ini didasari oleh penelitian Wut et al (2021) yang menemukan bahwa responden perempuan lebih banyak melakukan perilaku pro lingkungan yang merujuk pada kesadaran pengelolaan sampah dibandingkan laki-laki dan hasil penelitian Talalaj & Walery (2015) menunjukkan korelasi yang kuat antara tingkat timbulan sampah per kapita tahunan dengan rasio perempuan terhadap laki-laki (r = 0,81). Berikut indikator usulan big data geospasial yang bersumber dari WorldPop.

Gambar 5. Visualisasi sebaran spasial variabel pengestimasi SRT berupa sex ratio dengan big data geospasial. 

Metodologi

Gambar 6. Metodologi

Hasil Pemetaan Estimasi SRT Granular Level Grid 1 Km di Jawa Tengah

Dari hasil evaluasi model machine learning, model terbaik yang terbentuk ialah model CatBoost Regression (CBR). Model terbaik inilah yang digunakan untuk mengestimasi SRT level granular yang hasilnya divisualisasikan ke dalam map dashboard. Dalam visualisasi, terdapat 3 pengelompokan data SRT, yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

  • Rendah ialah nilai SRT yang dihasilkan berada pada rentang rata-rata Jawa Tengah ke bawah (<= 0,15 (kg/orang/hari))
  • Sedang ialah nilai SRT berada pada rentang di atas rata-rata Jawa Tengah tetapi masih berada pada rata-rata nasional kebawah (0,15 - 0,21 (kg/orang/hari)).
  • Tinggi ialah nilai SRT berada pada rentang di atas rata-rata nasional (> 0,21(kg/orang/hari))

Hasil pemetaan level grid 1 km ini dapat diagregasi pada wilayah administrasi yang ada, mulai dari desa, kecamatan, kabupaten/kota, hingga provinsi. Oleh karena itu, pemetaan ini dapat dimanfaatkan dalam menentukan wilayah prioritas dalam upaya perbaikan pengelolaan SRT di Jawa Tengah mulai dari tingkat grid dan wilayah administrasi terkecil.

Gambar 7. Dashboard pemetaan estimasi SRT level grid 1 km di Jawa Tengah tahun 2022.
Kunjungi Dashboard Pemetaan Estimasi Sampah Rumah Tangga (SRT) di Jawa Tengah!